MODEL
PENANGGULANGAN MASALAH SAMPAH
PERKOTAAN DAN
PERDESAAN
I. PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan
gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan
keberagaman karakteristik sampah.
Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok
dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang
pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap
kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.
Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan
sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah
lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga
akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman,
hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah
dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas
sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah
yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan
bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang
berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah
sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau,
pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang pada dasarnya bertujuan
untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah mampu mengantarkan Provinsi Bali
menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan kota di Bali telah berhasil
mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah mendapat adipura bukan berarti
tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu
dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah
dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati penomena di atas
maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya
mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang
bersih dan hijau di Provinsi Bali.
II. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah
tersebut tidak menjadi media berkembang
biaknya bibit penyakit serta sampah
tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus
dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau
(tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya
( Aswar, 1986).
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan
oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata
produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang bersumber dari sampah
rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam
jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah meningkat
menjadi 2.200 m3/hari (Tim Kota
Sanitasi Kota Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan,
kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu
permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih
dan sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik, yang menyangkut kepedulian
dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan
lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah
serta upaya pendidikan, penyuluhan dan
latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah, (2) Aspek Sosial Demografi yang meliputi
sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah
tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut
keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig),
kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap
mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat
penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
dan (5) kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah
lingkungan (sampah).
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki
faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005)
faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan
tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan,
adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat
partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam menangani sampah secara
mandiri masih dalam katagori sedang sampai rendah, masyarakat masih enggan
melakukan pemilahan sampah.
Sampah semakin hari semakin sulit
dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan
teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk
memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat
lain.
III. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
Berdasarkan data SLHD Bali (2005) tampak
bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola karena berbagai hal, antara lain:
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih
cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami porsoalan
sampah,
b. Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang
tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah
c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah
d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan
tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran udara, tanah, dan air serta
menurunnya estetika
e. Ketidakmampuan memelihara barang, mutu
produk teknologi yang rendah akan mempercepat menjadi sampah.
f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai
tempat pembuangan ahir sampah.
g. Semakin banyaknya masyarakat yang
keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah.
h. Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk,
karena cuaca yang panas.
i.
Sulitnya
mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan
memelihara kebersihan.
j.
Pembiayaan
yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola
oleh pemerintah.
Penanganan sampah yang telah dilakukan
adalah pengumpulan sampah dari sumber-sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah
tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di TPS yang telah disediakan.
Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jarring ke TPA.
Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat
sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara
swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi
Usaha atau kegiatan yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari
diangkut sendiri oleh pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti
desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan sampah dari sumber-sumber
sampah dengan cara tersebut cukup
efektif. Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume
sampah, seperti telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat
didaur ulang. Ini ternyata sebagai
matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Terhadap sampah yang mudah busuk
telah dilakukan usaha pengomposan. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah
yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas.
Penanganan sisa sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik
dengan insenerator atau pembakaran di
tempat terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara alami. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi
lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.
Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang
perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1. Penyusunan Peraturan daerah (Perda) tentang
pemilahan sampah
2. Sosialisasi pembentukan kawasan bebas
sampah, seperti misalnya tempat-tempat
wisata, pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3. Penetapan peringkat kebersihan bagi
kawasan-kawasan umum
4. Memberikan tekanan kepada para produsen
barang-barang dan konsumen untuk berpola produksi dan konsumsi yang lebih ramah
lingkungan
5. Memberikan tekanan kepada produsen untuk
bersedia menarik (membeli) kembali dari
masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik,
botol, alluminium foil, dan lain lain.
6. Peningkatan peran masyarakat melalui
pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan
ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang, komposting,
dan penggunaan incenerator.
7. Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8. Mendorong transformasi (pergeseran) pola
konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur
ulang.
9. Pengelolaan sampah dan limbah secara
terpadu
10. Melakukan koordinasi dengan instansi
terkait baik di pusat maupun daerah, LSM, Perguruan Tinggi untuk peningkatan
kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11. Melakukan evaluasi dan monitoring
permasalahan persampahan dan pengelolaannya, kondisi TPA dari aspek lingkungan,
pengembangan penerapan teknologi yang ramah lingkungan
12. Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan
sampah perkotaan, pengembangan sistem pendanaan pengelolaan sampah
13. Konsistensi pelaksanaan peraturan
perundangan tentang persampahan dan lingkungan hidup.
14. Meningkatkan usaha swakelola penanganan
sampah terutama sampah yang mudah terurai ditingkat desa/kelurahan
15. Memberikan fasilitasi, dorongan,
pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan pengelolaan
sampah.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung,
Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah
secara terpadu yang berorientasi pada teknologi. Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi
diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan
manfaat lain.
IV. MODEL PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas
Lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Untuk mendapatkan hak tersebut,
pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan pengusaha
berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian
fungsi lingkungan, mencegah dan
menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU
NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan
sampah pasal 12 dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan. Masyarakat
juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik dan tatanan sosial budaya
daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi
kewajiban dan hak setiap orang baik
secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat
lain untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan sampah dalam upaya
untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik, bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi
pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah
salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi
bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di
lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu
(2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern
(aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan
C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio,
dan kandungan Colform yang lebih rendah
dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengolahan sampah menjadi listrik. Kota
Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam
usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam
suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA.
Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic
digestion). Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan
penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan
manfaat lain.
4. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah
pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah
seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang
pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan
sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan memberikan manfaat
lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan
sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai
20% (Nitikesari, 2005).
5. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat
dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh
dan Sanur Kaja, dan Desa Temesi Gianyar,
yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan
teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja
baru yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya
pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.
2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota
yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan
memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang
(lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis
masyarakat sebaiknya dilakukan secara
sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM,
pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal
sebagai objek dan subjek pembangunan,
khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman,
sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah
menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan
dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis,
serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA. Penutupan
TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah
berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan
sampah perkotaan harus dapat melibatkan
berbagai komponen pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha,
LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman
(Desa Pakraman dan Dinas), sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat
kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang
mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik
perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di kawasan
tersebut.
CARA MEMBUAT LIMBAH KOMPOS
Membuat
kompos merupakan bentuk dari recycle, salah satu unsur dari 3R.
Sehingga dengan mengolah sampah menjadi kompos berarti ikut membantu mengurangi
permasalahn yang disebabkan sampah. Selain itu, kompos yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan langsung sebagai media tanam ataupun pupuk organik.
Pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos dapat
dilakukan oleh siapa saja, di mana saja dan dengan berbagai cara. Dalam artikel
ini, Alamendah akan membagikan tips sederhana untuk membuat kompos yang bisa
dilakukan oleh rumah tangga baik yang memiliki lahan kosong ataupun hanya
memiliki sedikit lahan terbatas bahkan tidak memiliki lahan sama sekali.
Sampah ini
dapat dimanfaatkan menjadi kompos
Membuat Kompos dari Sampah Bagi
Rumah Tangga yang Memiliki Lahan. Ini merupakan cara paling sederhana dalam
membuat kompos namun
hanya bisa dilakukan jika memiliki lahan (tanah) kosong.
- Gali tanah sedalam 50-100 cm. Lubang dibuat dengan jarak minimal 10 meter dari sumur untuk menghindari tercemarnya sumur.
- Isi lubang dengan sampah organik yang telah ditiriskan.
- Tutup atau taburi sampah dengan tanah secara berkala untuk mengurangi bau.
- Jika telah penuh, tutup lubang dengan tanah.
- Setelah tiga bulan, lubang dapat digali. Hasil galian dapat digunakan sebagai kompos sedangkan lubangnya dapat digunakan untuk membuat kompos kembali.
Membuat Kompos dari sampah bagi
rumah tangga dengan lahan terbatas. bagi yang rumahnya hanya memiliki sedikit lahan kosong, pembuatan
kompos tetap dapat dilakukan.
- Sediakan drum atau sejenisnya.
- Lubangi kecil-kecil bagian dasar drum untuk rembesan air dari sampah.
- Tanam drum dengan kedalaman sekitar 10 cm dari permukaan tanah.
- Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari.
- Taburi dengan sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala.
- Bila terdapat kotoran binatang bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kompos.
- Setelah penuh, tutup drum dengan tanah dan diamkan selama tiga bulan.
- Keluarkan isi drum dan angin-anginkan selama 2 minggu. Kompos sudah dapat digunakan.
Membuat Kompos dari Sampah Bagi Rumah Tangga yang Tidak
Mempunyai Lahan. Bagi
rumah tangga yang tidak memiliki tanah atau lahan kosong, pengolahan sampah
menjadi kompos dapat dilakukan dengan menggunakan ember, pot, kaleng bekas,
atau sejenisnya. Benda-benda ini sekaligus nantinya dapat dijadikan pot.
- Sediakan ember, pot, kaleng bekas, ataupun wadah lainnya.
- Lubangi bagian dasar dan letakkan di wadah yang dapat menampung rembesan air dari dalamnya.
- Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari.
- Taburi dengan sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala.
- Bila terdapat kotoran binatang bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kompos.
- Setelah penuh, tutup drum dengan tanah dan diamkan selama dua bulan.
- Wadah siap dijadikan pot dengan kompos di dalamnya sebagai media tanam.
CARA MENDAUR ULANG KERTAS
Cara membuat kertas daur ulang sebenarnya sederhana dan tidak sulit.
Sudah banyak yang membahas cara ini, tetapi bolehlah tips sederhana membuat
kertas dengan cara mendaur ulang ini saya sampaikan kembali. Membuat kertas
daur ulang merupakan bentuk Recycle sebagai bagian dari 3 R (Reuse Reduce Recycle).
Dengan
membuat kertas daur ulang berarti telah mengolah kembali (daur ulang) sampah
menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Sehingga secara tidak langsung
cara ini akan mengurangi penggunaan kertas dan sampah kertas. Sebelum membuat
kertas daur ulang. Sobat perlu mempersiapkan beberapa
peralatan dan bahan.
Bahan yang dibutuhkan untuk
membuat kertas daur ulang:
- Kertas bekas. Karena judulnya saja membuat kertas daur ulang maka sobat harus mempersiapkan kertas-kertas bekas sebagai bahan utama. Bahan ini tentu akan berbeda jika judulnya mendaur ulang duit.
- Lem Kayu.
- Air.
- Zat Pewarna. Akan lebih baik jika menggunakan zat pewarna alami seperti dari kunyit atau serai dari pada zat pewarna buatan.
Peralatan
yang dibutuhkan untuk membuat kertas daur ulang:
- Screen sablon atau bingkai kayu dengan kain kasa seukuran kertas yang diinginkan.
- Ember untuk merendam atau sejenisnya.
- Blender.
- Papan atau triplek.
- Kain.
- Gunting.
Screen sablon
Langkah-langkah membuat kertas
daur ulang:
- Gunting-gunting kertas kemudian rendam dalam ember selama sehari semalam.
- Blender kertas dengan perbandingan air : kertas = 3 : 1 hingga menjadi pulp (bubur kertas).
- Masukkan pulp ke dalam bak atau ember yang telah diisi air seperempatnya.
- Masukkan zat pewarna secukupnya.
- Larutkan sedikit lem kayu (satu atau dua sedok makan) dengan air dan masukkan ke dalam bak berisi pulp. Aduk hingga rata.
- Siapkan papan atau triplek yang sebelumnya telah dilapisi dengan kain. Kemudian basahi papan dengan air.
- Masukkan screen ke dalam bak, saring pulp hingga air agak hilang dan ratakan. Saat menyaring jangan terlalu tebal.
- Letakkan screen secara terbalik di atas papan, gogok screen atau kain kasanya dengan perlahan sehingga pulp akan terlepas dari screen dan menempel pada papan.
- Tutup pulp di atas papan dengan kain yang sebelumnya telah dibasahi air.
- Langkah nomor tujuh hingga sembilan dapat diulang beberapa kali untuk mendapatkan kertas daur ulang beberapa lapis sekaligus. Jika tidak langsung lanjutkan ke langkah kesebelas.
- Tutup dengan papan atau triplek dan berikan pemberat di atasnya untuk mengepres.
- Biarkan selama kurang lebih satu jam hingga kandungan air berkurang. Setelahnya masing-masing pasang dapat dijemur di tempat yang panas. Ingat jemur bersama dengan kainnya.
- Setelah kering kainnya dapat dibuka dengan hati-hati. Atau jika ingin hasilnya lebih rapi, sebelumnya dapat disetrika terlebih dahulu.
- Selesai. Kertas hasil daur ulang telah jadi dan dapat dimanfaatkan untuk membuat aneka kerajinan tangan.
Hasil kertas daur ulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar